-->

Hukum Suap (Risywah), Korupsi (Ghulul) dan Hadiah kepada Pejabat - MUI

Musyawarah Nasional VI MUI yang berlangsung pada tanggal 23-27 Rabiul Akhir 1421 H/25-29 Juli 2000 M dan membahas tentang suap (risywah), korupsi (ghulul) dan hadiah kepada pejabat, setelah:

Menimbang:
1. bahwa pengertian risywah dan status hukumnya, hukum korupsi, dan pemberian hadiah kepada pejabat atau pejabat menerima hadiah dari masyarakat, kini banyak dipertanyakan kembali oleh masyarakat;
2. bahwa oleh karena itu, MUI dipandang perlu untuk menetapkan fatwa tentang hukum masalah dimaksud

Memperhatikan:
1. Pertanyaan-pertanyaan dari masayarakat tentang masalah pengertian risywah dan status hukumnya, hukum korupsi, dan pemberian hadiah kepada pejabat atau pejabat menerima hadiah dari masayarakat yang dikaitkan dengan penegakan pemerintahan/manajemen yang bersih dan sehat
2. Pendapat dan saran-saran peserta sidang/Munas

Mengingat:
Firman Allah Swt, hadis Rasulullah Saw. dan kaidah fiqhiyah (sesuatu yang haram mengambilnya, haram pula memberikannya) [tidak disebutkan secara lengkap, ed]

MEMUTUSKAN

Menetapkan:
Pertama: Pengertian
Dalam fatwa ini, yang dimaksud dengan:
  1. Risywah adalah pemberian seseorang kepada orang lain (pejabat) dengan maksud meluluskan suatu perbuatan yang batil (tidak benar menurut syariat) atau  membatalkan  perbuatan  yang  hak. Pemberi disebut rasyi; penerima disebut murtasyi; dan penghubung antara rasyi dan murtasyi disebut ra'isy (Ibn Al-Atsir, An-Nihayah fi Gharib al-Hadits wa al-Atsar, II, h. 226).
  2. Suap, uang pelicin, money politic dan lain sebagainya dapat dikategorikan sebagai risywah apabila tujuannya untuk meluluskan sesuatu yang batil atau membatilkan perbuatan yang hak.
  3. Hadiah kepada pejabat adalah suatu pemberian dari seseorang dan atau masyarakat yang diberikan kepada pejabat, karena kedudukannya, baik pejabat di lingkungan pemerintahan maupun lainnya.
  4. Korupsi adalah tindakan pengambilan sesuatu yang ada di bawah kekuasaannya dengan cara yang tidak benar menurut syariat Islam.
Kedua: Hukum

1. Memberikan risywah dan menerimanya hukumnya adalah haram.

2. Melakukan korupsi hukumnya adalah haram.

3. Memberikan hadiah kepada pejabat:
a. Jika pemberian hadiah itu pernah dilakukan sebelum pejabat tersebut memegang jabatan, maka pemberian seperti itu hukumnya halal (tidak haram), demikian juga menerimanya;
b. Jika pemberian hadiah itu tidak pernah dilakukan sebelum pejabat tersebut memegang jabatan, maka dalam hal ini ada tiga kemungkinan:
  • Jika antara pemberi hadiah dan pejabat tidak ada atau tidak akan ada urusan apa-apa, maka memberikan dan menerima hadiah tersebut tidak haram;
  • Jika antara pemberi hadiah dan pejabat terdapat urusan (perkara), maka bagi pejabat haram menerima hadiah tersebut; sedangkan bagi pemberi, haram memberikannya apabila perberian dimaksud bertujuan untuk meluluskan sesuatu yang batil (bukan haknya);
  • Jika antara pemberi hadiah dan pejabat ada sesuatu urusan, baik sebelum maupun sesudah pemberian hadiah dan pemberiannya itu tidak bertujuan untuk sesuatu yang batil, maka halal (tidak haram) bagi pemberi memberikan hadiah itu, tetapi bagi pejabat haram menerimanya.
Ketiga: Seruan
Semua lapisan masyarakat berkewajiban untuk memberantas dan tidak terlibat dalam praktek hal-hal tersebut

Keempat: Fatwa ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan
Agar setiap orang dapat mengetahuinya, menghimbau semua pihak untuk menyebarkan fatwa ini.

Ditetapkan: Jakarta, 27 Rabiul Akhir 1421 H/29 Juli 2000 M
Dewan Pimpinan MUI
Ketua Umum: KH. M. A. Sahal Mahfudh
Sekretaris Umum: Prof. DR. H. M. Din Syamsuddin

Untuk selengkapnya, silahkan diunduh DISINI

Share:
Disclaimer: Gambar, artikel ataupun video yang ada di web ini terkadang berasal dari berbagai sumber media lain. Hak Cipta sepenuhnya dipegang oleh sumber tersebut. Jika ada masalah terkait hal ini, Anda dapat menghubungi kami disini.
Related Posts
Disqus Comments
Copyright 2017 © e-FATWA | Created by Blagioke - Supported by Ngonline06