Jawaban:
Segala puji bagi Alloh Subhanahu wa Ta’ala dan shalawat serta salam atas Rasul-Nya Shallallahu ‘alaihi wa sallam, keluarga dan para sahabatnya.
Khidir adalah seorang nabi dari nabi-nabi Alloh Subhanahu wa Ta’ala, dan pendapat yang benar adalah bahwa Nabi Khidir ‘alaihissalam telah mati sebagaimana manusia lainnya, maka dia tidak dapat mengelilingi dunia, dan dia tidak berubah-rubah bentuk dan rupa, dan dia bukanlah sebab kaya atau miskinnya seseorang, dan telah dikeluarkan fatwa sebagai berikut; yang benar dari dua pendapat ulama adalah pendapat Jumhur yang mengatakan bahwa Nabi Khidir ‘alaihissalam telah meninggal berdasarkan firman Alloh Subhanahu wa Ta’ala, yang artinya: “Kami tidak menjadikan hidup abadi bagi seorang manusiapun sebelum kamu (Muhammad)” (QS: Al Anbiyaa’: 34)
Dan berdasarkan hadits yang shahih dari Ibnu Umar dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam, Ibnu Umar berkata Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam shalat isya’ mengimami kami pada suatu malam pada akhir hayatnya dan ketika selesai shalat beliau shallallahu ‘alaihi wasallam berdiri dan berkata, yang artinya: “Terangkanlah kepadaku malam kalian ini, sesungguhnya di akhir 100 tahun ini tidak ada orang-orang yang hidup saat ini yang masih hidup (pada akhir seratus tahun itu)”. Ibnu Umar berkata; maka para sahabat salah pada apa yang mereka bicarakan tentang perkataan Rasululloh shallallahu ‘alaihi wasallam 100 tahun, maka Rasululloh shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, yang artinya: “Tidak akan hidup orang yang hidup di muka bumi sekarang (maksudnya adalah setelah habisnya abad ini)” (HR: Muslim)
Kemudian asal yang sering terjadi dalam sunatullah adalah anak adam pasti akan mati, maka kita harus mengikuti asal tersebut sehingga kita mendapatkan dalil yang merubahnya dan tidak shahih keberadaan dalil yang menunjukkan pengecualian terhadap Nabi Khidir ‘alaihissalam.
(Sumber Rujukan: Fatwa Lajnah Daimah, Ketua Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz, Wakil ketua Syaikh Abdur Razzaq Afifi, Anggota Syaikh Abdullah bin Ghadyan dan Syaikh Abdullah bin Qo’ud.jilid III hal. 210) Share: