Jawab: Tidak boleh diterima pengakuannya dan tidak boleh diambil ijazahnya, karena orang tersebut adalah orang yang sesat menyesatkan, boleh dikatakan bahwa dia adalah orang fasik, bahkan dapat dikatakan bahwa dia adalah orang murtad.
Keterangan:
Ihya’ Ulumuddin juz 1 hal. 36.
Satha’ yang kami maksudkan adalah dua macam ucapan yang diada-adakan oleh sebagian sufi. Salah satunya adalah pengakuan yang panjang yang ditujukan kepada orang lain mengenai keasyikannya dengan Allah swt. yang menyebabkannya bebas dari amalan-amalan zahir, sehingga ada orang-orang yang mengaku menyatu (ittihad) dengan Allah, hilangnya hijab (satir) antara dirinya dan Allah, musyahadah dengan Allah dengan mata kepala (bukan dengan hati) dan bercakap-cakap secara lisan dengan Allah, lalu mereka mengatakan kepada kami begini dan begini … (sampai dengan kalimat selanjutnya di dalam kitab al-Ihya’)… maka orang tersebut dan orang lain yang seperti itu kejelekannya menyebar dimana-mana dan sangat membahayakan orang-orang pada umumnya, sehingga barangsiapa mengucapkan sebagian dari hal-hal di atas maka demi membela agama Allah, membunuh orang tersebut lebih utama daripada menghidupkan sepuluh orang.
I’anah al-Thalibin, juz IV ha. 139.
Al-Ghazali mengatakan, “Siapa yang mengatakan bahwa dirinya telah sampai kepada haal (keadaan rohani) bersama Allah yang membuatnya bebas dari kewajiban salat atau bebas dari larangan minum khamr maka membunuhnya adalah wajib, meskipun perlu peninjauan mengenai hukum kekalnya orang tersebut di neraka. Membunuh orang seperti itu lebih utama daripada membunuh seribu orang kafir karena bahayanya lebih besar.
Al-Fariidah al-Bahiyyah, hal. 57.
Barangsiapa mengaku melihat Allah dalam keadaan terjaga dengan kedua mata kepalanya, maka ia sesat dan menyesatkan. Menurut sebagian pendapat fasik dan menurut sebagian lain murtad.
Sumber: al-Fuyudhat al-Rabbaniyyah (Permasalahan Thariqah; Hasil Kesepakatan Muktamar dan Musyawarah Besar Jam’iyyah Ahlith Thariqah al-Mu’tabarah Nahdlatul Ulama), hal. 17-19 Share: